PENYIMPANGAN PERILAKU PADA ANAK
(Landasan Psikologi Pendidikan)
OLEH :
NAMA :
KOMANG AGUSTYANA PUTRA
NIM :
15.1.2.5.2.0816
PROGRAM MAGISTER DHARMA ACARYA
ISTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin
banyak anak sekolah sekarang yang stres. Kompetisi di sekolah semakin ketat,
kurikulum yang dipergunakan di sekolah-sekolah kian padat dan pada kenyataannya
kurikulum di Indonesia senantiasa diganti-gati. Metode pengajaran yang
dipergunakan atau yang diterapkan di kelas tidak memberikan dampak yang positif
terhadap kemajuan peserta didik dan sikap pendidik dinilai kurang manusiawi,
masih banyak terjadi penyimpangan kode etik pengajaran oleh pendidik semisal
masih melakukan kekerasan pada peserta didik yg bodoh ataupun yang nakal hingga
sampai kasus pelecehan terhadap peserta didik. Semua itu menyiksa fisik, sikis,
dan mental anak-anak yang sampai mengalami stres. Belum lagi ditambah dengan
waktu yang dirampas dari hari-hari anak untuk menikmati masa merka untuk
bermain dan menikmati masa anak-anak mereka tetapi mereka terpaksa mengikuti
rutinitas les ini-itu yang tidak ada hentinya. Maka beban hidup anak melebihi
kodratnya yang perlu lebih banyak bermain.
Anak
yang stres bisa jadi karena membenci gurunya. Boleh jadi karena membenci mata
pelajarannya. Tidak jarang lantaran kedua-duanya. Anak tak merasa nyaman selama
bersekolah. Konsep belajar-mengajar kita menjadi cenderung indoktrinasi,
menjadi hanya searah, dan bukan dialog. Mungkin beberapa orang memandang stress
pada anak merupakan hal yang sepele atau tidak berarti berbahaya. Menurut saya
itu merupakan paradigma yang keliru, sebab stress pada anak merupakan sebuah
indikasi akan munculnya tindakan-tindakan anak yang melewati batas atau
melenceng dari norma-norma yang ada. Kejadian ini dikenal dengan yang disebut
penyimpangan perilaku. Dalam tugas ini mari kita bahas apa sih itu penyimpangan
perilaku dan membahas berbagai hal tentang penyimpangan perilaku.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
tahapan-tahapan perkembangan individu ?
2.
Faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi perilaku menyimpang pada anak ?
1.3 Tujuan Penulisan
Pada dasarnya
setiap kegiatan mempunyai tujuan tersendiri apalagi dalam kegiatan ilmiah.
Tujuan dari pembuatan tugas ini yaitu :
1.
Mampu
mengetahui dan memahami apa tahapan-tahapan perkembangan individu.
2.
Mampu
mengetahui dan memahami apa saja faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku menyimpang pada anak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tahap Perkembangan Individu
Di dunia pendidikan Indonesia banyak
kita temui kasus-kasus penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para peserta
didik. Mulai dari penyimpang perilaku yang kecil samapai penyimpangan perilaku
yang besar. Jika diambil contoh penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan
peserta didik seperti mencontek, menghina orang lain, berkelahi, menjahati
orang lain, merusak hal-hal disekitarnya, mabuk-mabukan, merokok, menggunakan
narkotika, balapan liar, pelecehan seksual, pencurian dan bahkan sampai
pembunuhan. Beragam fenomena terjadi di lingkungan sekitar kita, dan fenomena
penyimpangan perilaku tersebut dominan dilakukan oleh anak-anak (peserta didik)
yang notabena umur-umur produktif seperti mereka harusnya mengejar dan
menorehkan prestasi sebanyak mungkin. Timbul sebuah pertanyaan, apasih yang
dimaksud penyimpangan perilaku tersebut? Dapat di jelaskan sebagai berikut.
Perilaku
menyimpang dapat di definisikan sebagai suatu perilaku yang diekspresikan oleh
seseorang atau beberapa orang anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar
atau tidak sadar yang mana tingkah lakunya itu lari dari norma-norma
masyarakat.Sehingga perilaku menyimpang adalah perbuatan yang mengabaikan norma
yang terjadi apabila kelompok atau individu tidak mematuhi patokan-patokan
dalam masyarakat. Secara sederhana dapat diartikan bahwa perilaku menyimpang
adalah tingkah laku yang melanggar atau melanggar norma-norma normative.
Jadi,
kesimpulan yang dapat kita tarik adalah bahwa perilaku menyimpang adalah
tingkah laku yang dilakukan baik secara sadar maupun tidak sadar tidak
mengikuti atau melanggar norma-norna yang berlaku di masyarakat.
Jika
kita berpedoman pada landasan psikologi pendidikan dalam menguaraikan
permasalahan penyimpangan perilaku, dalam landasan psikologi pendidikan ada
yang disebut dengan tahap perkembangan individu. Salah satu tokoh yang
mengemukakan pandangannya tentang tahapan perkembangan individu adalah Erik H.
Erikson.
·
Erik H.
Erikson
Perkembangan
psikososial/aspek afeksi sebagai
berikut :
o
Kemampuan
mempercayai kira- kira umur 0-12 bulan.
Kemampuan ini mulai berkembang
sejak lahir, karena diliputi oleh suasana yang hangat, mesra, dan kasih sayang
orang tua terhadap anak dan semua anggota keluarga, sehingga mempercayai bahwa
kebutuhan hidupnya terpenuhi. Kemampuan ini merupakan dasar kepercayaan pada
orang lain, diri sendiri, dan percaya bahwa hidup ini penuh dengan kebaikan.
o
Kemampuan
berdiri sendiri kira-kira umur 1,5-3 tahun.
Pada masa ini anak bukan
berarti tidak memerlukan orang lain tetapi anak mempunyai kemauan sendiri serta
dapat berdiri sendiri. Seorang pendidik tidak boleh meremehkan anak dan jangan
sampai dipermalukan. Kita harus mendukung perasaan anak bahwa ia adalah pribadi
yang mempunyai harga diri yang harus kita perlakukan adalah menghargai,
toleransi dan memberi penghargaan. Kepribadian anak merupakan pantulan dari
orang tuanya, seorang ibu yang mempunyai jiwa penyayang dan penuh kepercayaan
diri maka anak akan percaya diri secara mantap.
o
Kemampuan
berprakarsa kira- kira umur 3,5- 5,5 tahun.
Anak pada umur ini ingin menemukan
kemampuan yang tersimpan dalam dirinya. Dia ingin melakukan kebebasan untuk
mengetahui sesuatu hal dengan cara meniru, dan bereksplorasi dan mengembangkan
daya fantasinya, dalam hal ini anak membutuhkan dukungan, motivasi, bukan
kritikan atau penekanan.
o
Kemampuan
menyelesaikan tugas kira- kira umur 6-12 tahun.
Anak ada keinginan dalam
dirinya untuk meyelesaikan tugas, sehingga anak akan kelihatan rajin, aktif,
maka sebagi pendidik kita harus bisa menjaga perasaanya agar anak tidak rendah
diri dan merasa tidak berprestasi dan sikap putus asa.
o
Kemampuan
mengenali identitasnya kira- kira umur 12-18 tahun.
Pada masa ini anak sudah
menginjak masa remaja dimana dia akan mencari siapa aku, bagaimana sifat dan sikap baiknya, bagaimana pergaulan
dengan orang lain. Biasanya mengalami masa ombang- ambing dan merasa masih
kanak- kanak dan dia mencoba memainkan pberbagai peran.
o
Tahap
kedewasaan, ada 3 tahap periode ini yaitu:
a.
keakraban
b.
kemampuan mengurus, pada periode ini akan menujukan dapat mengurisi orang lain.
c.
tahap keutuh an kepribadian.
Dengan mengacu pada pandangan dari
Erik H. Erikson seharusnya baik itu orang tua maupun pendidik (guru) hendaknya
memahami karakteristik anak, kejiawaan anak, dan tahapan tumbuh kembangnya
anak. Jika kita bisa memahami dan mengarahkan anak ke arah yang baik, maka
terjadinya penyimpangan perilaku pada anak dapat kita cegah. Agar lebih mudah
melakukan pencegahan terjadinya penyimpangan perilaku pada anak kita juga harus
mampu mengetahui apa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyimpangan
perilaku pada anak tersebut, faktor-faktor itu dapat saya jelaskan sebagai
berikut.
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Menyimpang Pada Anak
Faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku menyimpang pada anak, pada dasarnya dapat
dikelompokan menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
a. Faktor Internal
Faktor
internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang. Faktor-faktor
tersebut, antara lain faktor intelegensi, kondisi fisik, kondisi psikis,
kepriadian, usia, jenis kelamin, dan kedudukan seseorang dalam keluarga,
1) Faktor
Intelegensi
Setiap
orang memiliki intelegensi yang berbeda. Ada yang cerdas ada pula yang kurang
cerdas. Pada umumnya orang yang pandai atau cerdas akan lebih cepat
berinteraksi dan bersosialisasi terhadap nilai yang ada di masyarakat.
Sebaliknya yang kurang atau yang lemah intelegensinya akan sulit dan lamban
berinteraksi. Baik orang yang cerdas maupun yang kurang cerdas,sama-sama
mempunyai potensi perilaku menyimpang. Biasanya orang yang cerdas mempunyai
sifat atau sikap suka meremehkan orang lain, dan egoismenya yang tinggi, sedang
orang yang kurang cerdas biasanya suka mengisolasi diri, tidak percaya diri
sehingga perilakunya canggung dalam pergaulan masyarakat. Hal ini dapat
menghambat ketika ia harus berinteraksi atau bergaul dengan masyarakat
disekitarnnya.
2) Kondisi Fisik
Seseorang,
dapat dikenali apakah seseorang itu orang yang baik atau orang yang jahat.
Seorang penjahat dipandang dari sudut antropologi mempunyai tanda-tanda
tertentu, yaitu tengkoraknya mempunyai kelainan-kelainan; roman muka yang lain
dari pada orang biasa, tulang dahi melengkung ke belakang
Terlepas
dari tanda-tanda tertentu diatas kondisi fisik seseorang juga dapat menjadi penyebab
perilaku menyimpang. Kondisi fisik seseorang dapat dilihat dari kesempurnaan
atau ketidaksempurnaan organ tubuh. Contoh, orang yang kurang sempurna organ
badannya (tuna rungu, tuna wicara, tuna netra, atau cacat fisik) apabila tidak
diimbangi dengan rasa kepercayaan diri, mereka akan cenderung mempunyai rasa
minder atau malu untuk bergaul dengan sesam teman atau tetangganya. Sebaliknya,
orang yang mempunyai kesempumaan tubuh seperti posturnya bagus, paras yang
cantik atau tampan, kulit yang putih bersih, hidung yang mancung kadangkala
menyalahgunakan kelebihan fisik yang dimiliki.
3) Kondisi Psikis
Kondisi
kejiwaan akan, mempengaruhi perilaku seseorang. Orang yang sedang guncang
jiwanya akan mudah melakukan perilaku menyimpang. Contohnya, orang yang dalam
kondisi jiwanya gundah (galau), mereka tentu tidak dapat memusatkan perhatian
terhadap suatu masalah. Pikirannya kacau, mudah tersinggung dan cepat marah. la
pun tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga mudah
melakukan tindakan yang negative.
4) Kepribadian
Kepribadian
atau personality, adalah susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan
perbedaan tikngkah laku atau setindakan dari tiap-tiap individu. Dalam bahasa
populer, kepribadian adalah ciri-ciri watak seseorang yang konsisten memberikan
kepadanya suatu identitas sebagai individu yang khusus.
Salah
satu unsur kepribadian adalah dorongan psikologi yang bernilai negatif.
Wujudnya dapat berupa ketegangan yang sangat tinggi, kebencian tehadap sesama,
altruisme ekstfem, penghinaan terhadap sesama, dan tidak percaya pada diri
sendiri. Mereka yang dalam keadaan seperti ini lebih mudah melakukan perbuatan
yang menyimpang, sebab orang yang demikian itu biasanya tidak dapat membedakan
hal-hal yang baik dan benar.
5) Usia
Pertambahan
usia sering mempengaruhi pembentukan pola pikr dan tirigkah laku seseorang.
Ketika semakin tua, seseorang sering mudah tersinggung. Selain itu, orang yang
usianya sudah lanjut sering menjadi pikun (cepat lupa).
6) Jenis Kelamin
Jenis
kelamin seseorang yang berbeda dari yang lainnya dalam keluarga dapat mendorong
individu untuk melakukan penyimpangan, misalnya di dalam satu keluarga yang
terdiri dari enam orang anak, hanya satu anak yang perempuan. Hal ini menyebabkan
perilakunya menjadi seperti laki-laki atau menjadi bersikap manja dan ingin
selalu mendapat perhatian lebih dari orang tua dan kakak-kakaknya.
7) Kedudukan
Seseorang dalam Keluarga
Kedudukan
seseorang dalam keluarga dapat juga mendorong penyimpangan. Anak pertama sering
merasa paling berkuasa daripada adik-adiknya. Sebaliknya, anak bungsu selalu
ingin dimanja dan diperhatikan. Begitu juga jika seseorang itu adalah anak
tunggal yang selalu mendapatkan semua yang diinginkannya. Suatu ketika jika
satu keinginannya tidak tepenuhi, kemungkinan terbentuknya perilaku menyimpang
dapat saja terjadi.
b. Faktor
Eksternal
Faktor
eksternal adalah faktor yang muncul dari luar diri seseorang . Faktor ini
mempengaruhi perilaku menyimpang seseorang. Misalnya, faktor ekonomi, faktor
politik, faktor budaya, kehidupan keluarga, pendidikan di sekolah, pergaulan,
dan mediamassa.
1) Faktor Sosial
Ekonomi
Kondisi
sosial ekonomi sangat berpengaruh terhadap individu atau kelompok untuk
melakukan atau tidak melakukan perilaku menyimpang. Ada kecenderungan
masyarakat dengan kondisi sosial ekonomi yang kurang baik bisanya kondisi
stabilitas sosialnya labil. Misalnya, pencurian, perampokan, penipuan, dan
pembunuhan akan meningkat, Dalam kriminologi disebutkan bahwa "dimana ada
masyarakat miskin, disanalah sarangnya penjahat". Jadi, kemiskinan
mendorong seseorang untuk melakukan kejahatan.
Sebenarnya
penyimpangan tidak hanya dimonopoli oleh kelompok masyarakat yang sosial
ekonominya lemah saja, tetapi juga fenomena sosial menunjukan bahwa kelompok
masyarakat dengan kedudukan sosial ekonomi yang kuat tidak sedikit yang
melakukan penyimpangan terhadap norma-norma dan nilai-nialai sosial. Misalnya,
kasus yang menimpa pejabat atau konglomerat karena melakukan tindak pidana
korupsi, kasus perselingkuhan yang dilakukan di hotel-hotel berbintamg, atau
penyalahgunaan narkoba. Biasanya orang-orang yang melakukan penyalahgunaan
narkoba merupakan orang-orang yang memiliki tingkat ekonomi cukup mapan.
2) Kondisi Politik
Kondisi
politik suatu Negara terutama penggunaan sistem politik yang tidak sesuai
dengan koridisi objektif masyarakat karena dianggap bertentangan dengan Hak
Asasi Manusia (HAM) dapat menjadi faktor pendorong perilaku menyimpang. Sistem
politik yang dimaksud, pertama adalah system otoriter, yaitu sistem politik
yang lebih mengutamakan kekuasaan dari pada kesejahteraan rakyatnya. Padai
sistem ini penguasa cenderung sewenang-wenang dan banyak sekali melakukan
pelanggaran HAM dengan alasan demi kestabilan pemerintah. Rakyat menjadi korban
kekuasaan, hidupnya menderita dan tidak ada kebebasan.
3) Faktor Budaya
Setiap
orang mempunyai kebudayaan yang berbeda, sehingga pada kehidupan masyarakat
dapat dipastikan terdapat keanekaragaman budaya. Masyarakat dengan budayanya
yang beranekaragam mempunyai potensi yang tinggi terjadi konflik. Menurut
Donald Taff, kejahatan adalah produk dari kebudayaan. Tiap kebudayaan mempunyai
norma yang berbeda-beda, sebab norma merupakan pedoman tingkah laku. Dalam
kondisi tertentu, norma dan nilai yang berlaku di suatu masyarakat, belum tentu
cocok dengan nilai dan norma yangl berlaku di masyarakat lainnya. Perbedaan
budaya di suatu tempat itu kadangkala dapat memicu atau menimbulkan perilaku
menyimpang pada individu atau kelompok.
4) Kehidupah Rumah
Tangga atau Keluarga
Kehidupan
rumah tangga atau keluarga yang tidak harmonis dapat mendorong seseorang untuk
mempunyai perilaku kurang baik dan menyimpang dari norma dan nilai yang berlaku
di masyarakat. Misalnya, seorang anak yang mempunyai orang tua yang setiap hari
selalu bertengkar. Bahkan ketika bertengkar, ayahnya sering memukuli ibunya.
Semua hal itu secara perlahan-perlahan dapat mendorong seseorang untuk
melakukan perilaku menyimpang. Misalnya, minum-minuman keras dan memakai
obat-obat terlarang yang semuanya bertujuan untuk melarikan diri dari semua
persoalan yang sering dihadapinya.
5) Pendidikan di
Sekolah
Pendidikan
di sekolah dapat menjadi fakor ekstemal (fakor dari luar) jika seseorang tidak
dapat menerima aspek-aspek pendidikan yang ia terima di sekolah. Jika hal ini
terjadi, tidak jarang tindakan-tindakan yang menyimpang dari tujuan pendidikan
yang sebenarnya dapat timbul.
6) Pergaulan
Perilaku
seseorang dalam kehidupam sehari-harinya sebagian besar dapat terbentuk dari
pergaulannya dengan teman-temannya. Jika pergaulan dengan temannya itu bersifat
positif, perilakunya pun akan cenderung bersifat positif. Sebaliknya, jika
pergaulan dengan teman-temannya itu bersifat negatife, perilakunya pun
cenderung akan bersifat negative juga.
7) Media Massa
Media
massa, baik media cetak maupun elektronik memegang peranan yang cukup penting
dalam membentuk perilaku seseorang. Film-film yang ditayangkan di televisi
dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Hal itu baik jika film-film dan acara
yang ditayangkan bersifat positif. Tetapi seringkali film-film dan acara-acara
yang ditayangkan di televisi berbau pornografi dan kekerasan, sehingga
perlahan-lahan yang sering menyaksikannya mulai meniru perilaku negative yang
ditonton tersebut.
Tugas
kita bersamalah yang harus menyikapi dengan bijak berbagai faktor di atas.
Orang tua merupakan guru yang pertama dan utama (guru rupaka) yang harus dan
hendaknya selalu mengajarkan hal yang positif bagi anak, dan menjauhkan hal
negatif pada anak. Didukung peran seorang pendidik di sekolah maupun di tempat
les selalu tanpa henti memberikan bimbngan yang positif.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Perilaku
menyimpang adalah tingkah laku yang dilakukan baik secara sadar maupun tidak
sadar tidak mengikuti atau melanggar norma-norna yang berlaku di masyarakat.
dalam landasan psikologi pendidikan ada yang disebut dengan tahap perkembangan
individu. Salah satu tokoh yang mengemukakan pandangannya tentang tahapan
perkembangan individu adalah Erik H. Erikson. Perkembangan psikososial/aspek afeksi sebagai berikut :
·
Kemampuan
mempercayai kira- kira umur 0-12 bulan.
·
Kemampuan
berdiri sendiri kira-kira umur 1,5-3 tahun.
·
Kemampuan
berprakarsa kira- kira umur 3,5- 5,5 tahun.
·
Kemampuan
menyelesaikan tugas kira- kira umur 6-12 tahun.
·
Kemampuan
mengenali identitasnya kira- kira umur 12-18 tahun.
·
Tahap
kedewasaan, ada 3 tahap periode ini yaitu:
a. Keakraban
b. Kemampuan mengurus, pada periode ini akan
menujukan dapat mengurisi orang lain.
c. Tahap keutuh an kepribadian.
Dengan mengacu
pada pandangan dari Erik H. Erikson seharusnya baik itu orang tua maupun
pendidik (guru) hendaknya memahami karakteristik anak, kejiawaan anak, dan
tahapan tumbuh kembangnya anak. Jika kita bisa memahami dan mengarahkan anak ke
arah yang baik, maka terjadinya penyimpangan perilaku pada anak dapat kita
cegah. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menyimpang pada anak, pada
dasarnya dapat dikelompokan menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal.
3.2 Komentar atau Tanggapan
Komentar atau
tanggapan yang bisa saya sampaikan adalah masih banayak pendidik (guru) yang
tidak membekali dirinya dengan kemampuan atau pemahaman tentang psikologi anak
dan landsan psikologi pendidikan. Hal ini lah salah satunya yang membuat
terjadinya penyimpangan prilaku pada anak. Sebab para orang dewasa belum bisa
memahami dan mengatasi perubahan-perubahan sikap dan prilaku yang anak-anak
tunjukkan.
3.3 Saran
Saran yang dapat saya kemukakan dalam
tugas ini yaitu bagi orang tua maupun pendidik (guru) hendaknya membekali diri dengan pemahaman tentang
karakteristik anak, kejiawaan anak, dan tahapan tumbuh kembangnya anak. Jika
orang tua memiliki pemahanan akan psikologi anak akan bisa di aplikasikan di
rumah serta mampu mengontrol prilaku anak. Sedangkan untuk pendidik (guru) jika
mampu menguasai landasan psikologi pendidikan maka akan mempermudah guru dalam
mendidik di sekolah. Kedua usaha tersebut akan memperbesar peluang mencegah
terjadinya penyimpangan prilaku pada anak.
DAFTAR PUSTAKA
Pidarta, Made. 2013. Landasan Kependidikan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Sukmadinata Nana
Syaodih. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.
Suryabrata, Sumadi. 2001. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar