Tugas Mata Kuliah : Teori Sosial Budaya
Dosen :
Dr. Drs. I Nyoman Lingih, M.Si
HUBUNGAN TEORI FENOMENOLOGI ALFRED
SCHUTZ
DALAM AJARAN TRI HITA KARANA UMAT HINDU
DI BALI
OLEH :
NAMA :
Komang Agustyana Putra
NIM :
15.1.2.5.2.0817
PROGRAM MAGISTER DHARMA ACARYA
ISTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Istilah fenomena
sudah menjadi sebuah kata yang tidak asing lagi di telinga kita. Namun yang
menjadi pertanyaan, apakah hanya sekedar kata yang sudah biasa di pakai atau
hanya sebuah istilah yang manjadi kata penghias dalam pembicaraan. atau hanya
pengalaman panca indra kita, yang kita ungkapkan kepada orang lain.. Menurut
saya, sudah sepantasnyalah jika kita berbicara mengenai fenomenologi. Terdorong
dari kemauan untuk memahami secara lebih mendalam tentang apa itu fenomenologi.
Di
dalam realitas masyarakat, fenomena sebagai hal yang lumrah juga
kita temui. Adanya sebuah isu dapat dipastikan akan menjadi
sumber terjadinya sebuah masalah yang akan berkembang menjadi sebuah fenomena
di dalam sebuah sistem sosial di masyarakat. Banyak terjadi fenomena di
kehidupan social di masa kini, fenomena tersebut memiliki berbagai jenis
gejala-gejala tersendiri.
Fenomena
yang banyak berkembang atau terjadi di kehidupan social
masyarakat masa sekarang haruslah
di selesaikan atau di cari jalan penyelesaian dengan menggunakan sebuah teori.
Teori yang di gunakan untuk mengkaji berbagai jenis fenomena ini adalah teori
Fenomenologi. Fenomenologi merupakan
kajian tentang bagaimana manusia sebagai subyek memaknai obyek-obyek di
sekitarnya. Ketika berbicara tentang makna dan pemaknaan yang dilakukan, maka
hermeneutik terlibat di dalamnya. Pada intinya, bahwa aliran fenomenologi
mempunyai pandangan bahwa pengetahuan yang kita ketahui sekarang ini merupakan
pengetahuan yang kita ketahui sebelumnya melalui hal-hal yang pernah kita
lihat, rasa, dengar oleh alat indera kita. Fenomenologi merupakan suatu
pengetahuan tentang kesadaran murni yang dialami manusia.Ada
banyak tokoh-tokoh yang mengemukakan teori fenomenologi ini, salah satunya
adalah Alfred Schutz.
Dari pemaparan di latar belakang ini maka akan dibahas teori fenomenologi
sebagai suatu teori yang mengkaji sebuah masalah fenomena sosial yang terjadi
di kehidupan sosial masyarakat.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan Teori Fenomenologi ?
2.
Bagaimana
Teori Fenomenologi Perspektif Alfred Schutz ?
3.
Bagaimana
Penerapan Teori Fenomenologi pada permasalahan Kekerasan Pada Anak ?
1.3 Tujuan
Adapun Tujuan dalam penulisan
Makalah ini adalah
1.
Untuk mengetahui pengertian dari Teori Fenomenologi
2.
Untuk
mengetahui bagaimana Teori Fenomenologi Perspektif Alfred Schutz.
3.
Untuk
mengetahui bagaimana penerapan Teori Fenomenologi pada permasalahan Kekerasan
Pada Anak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Teori Fenomenologi
Kata
fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, phenomenon, yaitu sesuatu
yang tampak, yang terlihat karena berkecakupan. Dalam bahasa indonesia
biasa dipakai istilah gejala. Secara istilah, fenomenologi adalah ilmu
pengetahuan (logos) tentang apa yang tampak. Dari pengertian tersebut
dapat dipahami bahwa fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan
fenomena atau segala sesuatu yang tampak atau yang menampakkan diri. Seorang
Fenomenolog suka melihat gejala. Fenomenolog bergerak di bidang yang pasti. Hal
yang menampakkan dirinya dilukiskan tanpa meninggalkan bidang evidensi
yang langsung. Fenomenologi adalah suatu metode pemikiran, “a way of looking
at things”.
Lahirnya aliran
psikologi Fenomeologi sangat dipengaruhi oleh filsafat Fenomenologi.
Tokoh filsafat fenomenologi yang terkenal adalah Edmund Husserl
(1859-1938). Bagi seorang fenomenolog, kisah seorang individu adalah lebih
penting dan bermakna daripada hipotesis ataupun aksioma. Seorang penganut
fenomenologi cenderung menentang segala sesuatu yang tidak dapat diamati.
Fenomenologi juga cenderung menentang naturalisme (biasa juga disebut
objektivisme atau positivisme). Hal demikian dikarenakan Fenomenolog cenderung
yakin bahwa suatu bukti atau fakta dapat diperoleh tidak hanya dari dunia
kultur dan natural, tetapi juga ideal, semisal angka, atau bahkan kesadaran
hidup.
2.2 Teori
Fenomenologi Perspektif Alfred Schutz
Alfred
Schutz lahir di Wina pada tahun 1899 dan meninggal di New York pada tahun 1959.
Ia menyukai musik, pernah bekerja di bank mulai berkenalan dengan ilmu hukum
dan sosial. Ia mengikuti pendidikan akademik di Universitas Vienna, Austria
dengan mengambil bidang ilmu-ilmu hukum dan sosial. Gurunya yang sangat
terkenal adalah Hans Kelsen (ahli hukum), Ludwig Von Mises (ekonom), dan
Friedrich Von Wieser dan Othmar Spann (keduanya ahli sosiologi).
Pendidikan
formal ini dijalankan Schutz setelah ia mengikuti Perang Dunia I. Selama kuliah
ia menjadi sangat tertarik pada karya-karya Max Weber dan Edmund Husserl.
Setelah lulus ilmu hukum, dia malah bekerja di bidang perbankan untuk jangka
waktu yang sangat lama. Meskipun penghasilannya sangat besar tetapi dia merasa
perbankan bukanlah tempat yang cocok baginya untuk mengaktualisasikan diri.
Schutz
akhirnya banting setir yang mulai mempelajari sosiologi khususnya fenomenologi
yang dianggap memberi makna dalam pekerjaan dan hidup. Di tahun 1920-an
meskipun bukan seorang Dosen, tetapi hampir seluruh temannya adalah dosen
perguruan tinggi sehingga dia mulai terjun ke dunia akademik. Dia mulai
mengajar dengan bantuan temannya dan bahkan memberikan kuliah di Perguruan
Tinggi serta dapat berpartisipasi dalam diskusi dan seminar ilmiah. Setelah
menerbitkan Der Sinnhafte Aufbau der
sozialen welt, Schutz akhirnya
berkenalan secara pribadi dengan Edmund Husserl yang menawarinya menjadi
asisten tetapi Schutz menolaknya.
Dalam
teori Schutz sangat kental pengaruh Weberian-nya khususnya karya-karya mengenai
tindakan (action) dan tipe ideal (ideal type). Meskipun Schutz
terkagum-kagum pada Weber tetapi ia berusaha mengatasi kelemahan yang ada di
dalam karya Weber dengan menyatukan ide filsuf besar Edmund Husserl dan Henri
Bergson.
Schutz
dengan aneka latar belakangnya memberikan warna tersendiri dalam tradisi
fenomenologi sebagai kajian ilmu komunikasi. Sebagai seorang ekonom yang suka
dengan musik dan tertarik dengan filsafat begitu juga beralih ke psikologi,
sosiologi dan ilmu sosial lainnya terlebih komunikasi membuat Schutz mengkaji
fenomenologi secara lebih komprehensif dan juga mendalam.
Schutz
sering dijadikan centre dalam
penerapan metodelogi penelitian kualitatif yang menggunakan studi fenomenologi.
Pertama, karena melalui Schutz-lah
pemikiran dan ide Husserl yang dirasa abstrak dapat dijelaskan dengan lebih
gamblang dan mudah dipahami. Kedua, Schutz merupakan orang pertama yang menerapkan
fenomenologi dalam penelitian ilmu sosial.
Dalam
mempelajari dan menerapkan fenomenologi sosial ini, Schutz mengembangkan juga
model tindakan manusia (human of action) dengan
tiga dalil umum yaitu:
·
The postulate of logical consistency (Dalil Konsistensi Logis)
Ini
berarti konsistensi logis mengharuskan peneliti untuk tahu validitas tujuan
penelitiannya sehingga dapat dianalisis bagaimana hubungannya dengan kenyataan
kehidupan sehari-hari. Apakah bisa dipertanggungjawabkan ataukah tidak.
·
The postulate of subjective interpretation (Dalil Interpretasi Subyektif)
Menuntut
peneliti untuk memahami segala macam tindakan manusia atau pemikiran manusia
dalam bentuk tindakan nyata. Maksudnya peneliti mesti memposisikan diri secara
subyektif dalam penelitian agar benar-benar memahami manusia yang diteliti
dalam fenomenologi sosial.
·
The postulate of adequacy (Dalil Kecukupan)
Dalil
ini mengamanatkan peneliti untuk membentuk konstruksi ilmiah (hasil penelitian)
agar peneliti bisa memahami tindakan sosial individu. Kepatuhan terhadap dalil
ini akan memastikan bahwa konstruksi sosial yang dibentuk konsisten dengan
konstruksi yang ada dalam realitas sosial.
Schutz
dalam mendirikan fenomenologi sosial-nya telah mengawinkan fenomenologi
transendental-nya Husserl dengan konsep verstehen
yang merupakan buah pemikiran weber.
Jika
Husserl hanya memandang filsafat fenomenologi (transendental) sebagai metode
analisis yang digunakan untuk mengkaji ‘sesuatu yang muncul’, mengkaji fenomena
yang terjadi di sekitar kita. Tetapi Schutz melihat secara jelas implikasi
sosiologisnya didalam analisis ilmu pengetahuan, berbagai gagasan dan
kesadaran. Schutz tidak hanya menjelaskan dunia sosial semata, melainkan
menjelaskan berbagai hal mendasar dari konsep ilmu pengetahuan serta berbagai
model teoritis dari realitas yang ada.
Schutz
(1967) beranggapan bahwa dunia social keseharian senantiasa merupakan sesuatu
yang intersubjektif dan pengalaman penuh dgn makna. Dengan demikian, fenomena
yang ditampakkan oleh indifidu merupakan refleksi dari pengalaman transendental
dan pemahaman tentang makna atau verstehen tersebut.
Menurut
Schutz, manusia adalah makhluk social. Akiabatnya, kesadaran akan kehidupan
sehari-hari adalah sebuah kesadaran social. Dunia individu adalah sebuah dunia
intersubjektif dengan makna beragam. Kita dituntut untuk saling memahami satu
sama yang lain dan bertindak dalam kenyataan yang sama. Ada penerimaan timbal
balik dan pemahaman atas dasar pengalaman yang bersamaan, dan tipifikasi
bersama atas dunia bersama. Melalui proses tipifikasi diri, kita belajar
menyesuaikan diri ke dalam dunia yang lebih luas, dengan melihat diri kita
sendiri sebagai orang yang memainkan peran dalam situasi tipikal. Jumlah
hubungan social tersebut membentuk totalitas masyarakat. Dalam kehidupan
bermasyarakat, individu dapat memakai symbol-simbol yang di warisinya untuk
memberi makna pada tingkah lakunya sendiri. Jadi, sebuah pandangan deskriptif
atau interpretatif tentang tindakan social dapat diterima hanya jika tampak
masuk akal bagi perilaku sosial yang relevan.
Schutz
meletakkan hakikat kondisi manusia dalam pengalaman subjektif dalam bertindak
dan mengambil sikap terhadap dunia kehidupan sehari-hari. Schutz mengikiti
Husserl dengan menyatakan bahwa proses pemahaman aktual kegiatan kita dan
memberi makna padanya, dapat dihasilkan melalui refleksi atas tingkah laku.
Selanjutnya, kita dapat menyeleksi unsur-unsur pengalaman kita yang memungkinkan
kita melihat tindakan kita sendiri sebagai sebuah tindakan yang bermakna.
Dalam
pandangan Schutz memang ada berbagai ragam realitas termasuk di dalamnya dunia
mimpi dan ketidakwarasan. Tetapi realitas yang tertinggi itu adalah dunia
keseharian yang memiliki sifat intersubyektif yang disebutnya sebagai the life world.
Menurut
Schutz ada enam karakteristik yang sangat mendasar dari the life world ini, yaitu pertama, wide-awakeness (ada unsur dari kesadaran yang berarti sadar
sepenuhnya). Kedua, reality (orang
yakin akan eksistensi dunia). Ketiga, dalam dunia keseharian orang-orang berinteraksi. Keempat, pengelaman dari seseorang merupakan
totalitas dari pengelaman dia sendiri. Kelima, dunia intersubyektif dicirikan terjadinya komunikasi dan tindakan
sosial. Keenam, adanya
perspektif waktu dalam masyarakat.
Dalam
the life wolrd ini terjadi dialektika
yang memperjelas konsep ‘dunia budaya’ dan ‘kebudayaan’. Selain itu pada konsep ini Schutz juga
menekankan adanya stock of knowledge
yang memfokuskan pada pengetahuan yang kita miliki atau dimiliki seseorang. stock of knowledge terdiri dari knowledge of skills dan useful knowledge. stock of knowledge
sebenarnya merujuk pada content (isi),
meaning (makna), intensity (intensitas), dan duration (waktu). Schutz juga
sangat menaruh perhatian pada dunia keseharian dan fokusnya hubungan antara
dunia keseharian itu dengan ilmu (science),
khususnya ilmu sosial.
Schutz
mengakui fenomenologi sosialnya mengkaji tentang intersubyektivitas dan pada
dasarnya studi mengenai intersubyektivitas adalah upaya untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan seperti:
·
Bagaimana
kita mengetahui motif, keinginan, dan makna tindakan orang lain?
·
Bagaimana
kita mengetahui makna atas keberadaan orang lain?
·
Bagaimana
kita dapat mengerti dan memahami atas segala sesuatu secara mendalam?
·
Bagaimana
hubungan timbal balik itu dapat terjadi?
Realitas
intersubyektif yang bersifat sosial memiliki tiga pengertian, yaitu:
·
Adanya
hubungan timbal balik atas dasar asumsi bahwa ada orang lain dan benda-benda yang
diketahui oleh semua orang.
·
Ilmu
pengetahuan yang intersubyektif itu sebenarnya merupakan bagian ilmu
pengetahuan sosial.
·
Ilmu
pengetahuan yang bersifat intersubyektif memiliki sifat distribusi secara
sosial.
Ada
beberapa tipifikasi yang dianggap penting dalam kaitan dengan
intersubyektivitas, antara lain :
·
Tipifikasi pengelaman (semua bentuk yang dapat dikenali dan diidentifikasi,
bahkan berbagai obyek yang ada di luar dunia nyata, keberadaannya didasarkan
pada pengetahuan yang bersifat umum).
·
Tipifikasi benda-benda (merupakan sesuatu yang kita tangkap sebagai ‘sesuatu
yang mewakili sesuatu’.
·
Tipifikasi dalam kehidupan sosial (yang dimaksudkan sosiolog sebagai System, role status, role expectation, dan institutionalization itu dialami atau melekat pada diri individu
dalam kehidupan sosial).
Schutz
mengidentifikasikan empat realitas sosial, dimana masing-masing merupakan
abstraksi dari dunia sosial dan dapat dikenali melalui tingkat imediasi dan
tingkat determinabilitas. Keempat elemen itu diantaranya umwelt, mitwelt, folgewelt, dan vorwelt.
·
Umwelt, merujuk pada pengelaman yang dapat dirasakan langsung di
dalam dunia kehidupan sehari-hari.
·
Mitwelt, merujuk pada pengelaman yang tidak dirasakan dalam dunia
keseharian.
·
Folgewelt, merupakan dunia tempat tinggal para penerus atau generasi
yang akan datang.
·
Vorwelt, dunia tempat tinggal para leluhur, para pendahulu kita.
Schutz
juga mengatakan untuk meneliti fenomena sosial, sebaiknya peneliti merujuk pada
empat tipe ideal yang terkait dengan interaksi sosial. Karena interaksi sosial
sebenarnya berasal dari hasil pemikiran diri pribadi yang berhubungan dengan
orang lain atau lingkungan. Sehingga untuk mempelajari interaksi sosial antara
pribadi dalam fenomenologi digunakan empat tipe ideal berikut ini:
·
The eyewitness (saksi mata)
Yaitu seseorang
yang melaporkan kepada peneliti sesuatu yang telah diamati di dunia dalam
jangkauan orang tersebut.
·
The insider (orang dalam)
Seseorang yang
karena hubunganya dengan kelompok yang
lebih langsung dari peneliti sendiri, lebih mampu melaporkan suatu peristiwa,
atau pendapat orang lain, dengan otoritas berbagi sistem yang sama relevansinya
sebagai anggota lain dari kelompok. peneliti menerima informasi orang dalam
sebagai ‘benar’ atau sah, setidaknya sebagian, karena pengetahuannya dalam
konteks situasi lebih dalam dari saya.
·
The analyst (analis)
Seseorang yang
berbagi informasi relevan dengan peneliti, orang itu telah mengumpulkan informasi
dan mengorganisasikannya sesuai dengan sistem relevansi .
·
The commentator (komentator)
Schutz menyampaikan
juga empat unsur pokok fenomenologi sosial yaitu”
·
Pertama,
perhatian terhadap aktor.
·
Kedua, perhatian
kepada kenyataan yang penting atau yang pokok dan kepada sikap yang wajar atau
alamiah (natural attitude).
·
Ketiga, memusatkan
perhatian kepada masalah mikro.
·
Keempat, memperhatikan
pertumbuhan, perubahan, dan proses tindakan. Berusaha memahami bagaimana keteraturan dalam masyarakat diciptakan dan
dipelihara dalam pergaulan sehari-hari.
2.3
Penerapan Teori Fenomenologi pada permasalahan Kekerasan
Pada Anak
Berdasarkan
atas pemahaman dari teori fenomenologi yang dikemukakan oleh Alfred Schutz maka bila dikaitkan
dengan aplikasi atau penerapan dalam masyarakat Hindu yang ada di Bali maka
teori pendapat dari Alfred
Schutz tersebut akan berkorelasi dengan ajaran
agama Hindu yang dikenal dengan ajaran Tri Hita Karana. Ajaran Tri Hita Karana
merupakan salah satu konsep susila atau etika pada masyarakat Hindu. Tri Hita
Karana yang memiliki arti tiga penyebab terciptanya kebahagiaan. Bagian-bagian
dari Tri Hita Karana adalah Parhyangan yaitu hubungan antara manusia dengan
Tuhan, Pawongan yaitu hubungan manusia dengan manusia yang lainya, dan Palemahan
yaitu hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
Menurut
Alfred Schutz manusia adalah makhluk social,
yang membuat kesadaran
akan kehidupan sehari-hari adalah sebuah kesadaran social. Dunia social keseharian senantiasa merupakan sesuatu yang
intersubjektif dan pengalaman penuh dengan makna. Dengan demikian, fenomena yang ditampakkan oleh
individu merupakan refleksi dari pengalaman. Bila dikaitkan
dengan ajaran Tri Hita Karana yang bagian-bagiannya antara lain parhyangan,
pawongan, dan palemahan sangat relefan dan ada kerterkaitan antara pendapat Alfred Schutz yaitu manusia adalah
makhluk social dan kehidupan
sehari-hari adalah sebuah kesadaran social dimana hal ini
terjadi dalam sebuah hubungan manusia dengan Tuhan (Parhyangan) yang sering
kita temui terlaksana di Pura-pura atau tempat-tempat terlaksananya kegiatan
keagamaan, hubungan manusia dengan sesame manusia (Pawongan) dapat kita jumpai
di kehidupan sehari-hari kita baik itu di lingkungan keluarga maupun lingkungan
masyarakat, dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya (Palemahan) dapat kita
lihat pada kegiatan-kegiatan peduli alam atau kegiatan gotong royong yang kita
lakukan di lingkungan kita.
Bila kita ambil
sebuah contoh fenomena yang terjadi di kehidupan sekarang semisal phenomena
kekerasan terhadap anak. Masalah kekerasan anak terjadi diakibatkan karena
kurang terjadinya ketiga hubungan di atas dengan baik. Masalah ini bisa di
pecahkan dengan menggunakan teori Fenomenologi menurut Alfred Schutz, kita hanya perlu
mencari dan menganalisis tingkah laku dari kesadaran akan kehidupan sehari-hari yang
dilakukan oleh si pelaku kekerasan pada anak tersebut. Jika kita kaitkan dengan
ajaran Tri Hita Karana maka bisa kita analisis sejauh mana hubungan si pelaku
dengan Tuhannya, hubungan si pelaku terhadap sesame manusia di sekitarnya, dan
hubungan si pelaku dengan lingkungan sekitarnya. Bila semua analisis sudah
terkumpul maka masalah tersebut dapat di pecahkan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Teori Fenomenologi adalah suatu ilmu
pengetahuan (logos) tentang apa yang tampak. Dari pengertian tersebut
dapat dipahami bahwa fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan
fenomena atau segala sesuatu yang tampak atau yang menampakkan diri.
Penerapan
teori fenomenologi dalam masyarakat Hindu yang ada di Bali maka teori pendapat
dari Alfred Schutz
yang menyatakan manusia
adalah makhluk social, yang membuat kesadaran akan kehidupan sehari-hari adalah sebuah
kesadaran social,
akan berkorelasi dengan ajaran agama Hindu yang dikenal dengan ajaran Tri Hita
Karana.
3.2 Saran
Diharapkan
agar kita sebagai makhluk sosial yang memiliki latar belakang yang berbeda dalam
menjalani kehidupan social masyarakat, hendaknya lebih mengenal pribadinya agar
bisa merefleksikan hal-hal positif pada dirinya yang dia dapatkan di kehidupan
social masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Wirawan,
Frof, Dr. I.B. 2014. Teori-Teori Sosial
Dalam Tiga Paradigma. Jakarta. Prenadamedika Group.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar