Kamis, 09 Juni 2016

HUBUNGAN TEORI FENOMENOLOGI ALFRED SCHUTZ DALAM AJARAN TRI HITA KARANA UMAT HINDU DI BALI



Tugas Mata Kuliah      : Teori Sosial Budaya
Dosen                          : Dr. Drs. I Nyoman Lingih, M.Si

HUBUNGAN TEORI FENOMENOLOGI ALFRED SCHUTZ DALAM AJARAN TRI HITA KARANA UMAT HINDU
DI BALI




Description: D:\KADEK FOLDER\LOGO IHDN Denpasar 2015.jpg





OLEH :
NAMA            : Komang Agustyana Putra
NIM                : 15.1.2.5.2.0817



PROGRAM MAGISTER DHARMA ACARYA
ISTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR
2015


BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Istilah fenomena sudah menjadi sebuah kata yang tidak asing lagi di telinga kita. Namun yang menjadi pertanyaan, apakah hanya sekedar kata yang sudah biasa di pakai atau hanya sebuah istilah yang manjadi kata penghias dalam pembicaraan. atau hanya pengalaman panca indra kita, yang kita ungkapkan kepada orang lain.. Menurut saya, sudah sepantasnyalah jika kita berbicara mengenai fenomenologi. Terdorong dari kemauan untuk memahami secara lebih mendalam tentang apa itu fenomenologi.
Di dalam realitas masyarakat, fenomena sebagai hal yang lumrah juga kita temui. Adanya sebuah isu dapat dipastikan akan menjadi sumber terjadinya sebuah masalah yang akan berkembang menjadi sebuah fenomena di dalam sebuah sistem sosial di masyarakat. Banyak terjadi fenomena di kehidupan social di masa kini, fenomena tersebut memiliki berbagai jenis gejala-gejala tersendiri.
Fenomena yang banyak berkembang atau terjadi di kehidupan social masyarakat masa sekarang haruslah di selesaikan atau di cari jalan penyelesaian dengan menggunakan sebuah teori. Teori yang di gunakan untuk mengkaji berbagai jenis fenomena ini adalah teori Fenomenologi. Fenomenologi merupakan kajian tentang bagaimana manusia sebagai subyek memaknai obyek-obyek di sekitarnya. Ketika berbicara tentang makna dan pemaknaan yang dilakukan, maka hermeneutik terlibat di dalamnya. Pada intinya, bahwa aliran fenomenologi mempunyai pandangan bahwa pengetahuan yang kita ketahui sekarang ini merupakan pengetahuan yang kita ketahui sebelumnya melalui hal-hal yang pernah kita lihat, rasa, dengar oleh alat indera kita. Fenomenologi merupakan suatu pengetahuan tentang kesadaran murni yang dialami manusia.Ada banyak tokoh-tokoh yang mengemukakan teori fenomenologi ini, salah satunya adalah Alfred Schutz.  Dari pemaparan di latar belakang ini maka akan dibahas teori fenomenologi sebagai suatu teori yang mengkaji sebuah masalah fenomena sosial yang terjadi di kehidupan sosial masyarakat.

1.2       Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Teori Fenomenologi ?
2.      Bagaimana Teori Fenomenologi Perspektif Alfred Schutz ?
3.      Bagaimana Penerapan Teori Fenomenologi pada permasalahan Kekerasan Pada Anak ?




1.3       Tujuan
            Adapun Tujuan dalam penulisan Makalah ini adalah
1.        Untuk  mengetahui pengertian dari Teori Fenomenologi
2.        Untuk mengetahui bagaimana Teori Fenomenologi Perspektif Alfred Schutz.
3.        Untuk mengetahui bagaimana penerapan Teori Fenomenologi pada permasalahan Kekerasan Pada Anak.







BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Teori Fenomenologi
Kata fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, phenomenon, yaitu sesuatu yang tampak, yang terlihat karena berkecakupan. Dalam bahasa indonesia biasa dipakai istilah gejala. Secara istilah, fenomenologi adalah ilmu pengetahuan (logos) tentang apa yang tampak. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan fenomena atau segala sesuatu yang tampak atau yang menampakkan diri. Seorang Fenomenolog suka melihat gejala. Fenomenolog bergerak di bidang yang pasti. Hal yang menampakkan dirinya dilukiskan tanpa meninggalkan bidang evidensi yang langsung. Fenomenologi adalah suatu metode pemikiran, “a way of looking at things”.
Lahirnya aliran psikologi Fenomeologi sangat dipengaruhi oleh filsafat Fenomenologi. Tokoh filsafat fenomenologi yang terkenal adalah Edmund Husserl (1859-1938). Bagi seorang fenomenolog, kisah seorang individu adalah lebih penting dan bermakna daripada hipotesis ataupun aksioma. Seorang penganut fenomenologi cenderung menentang segala sesuatu yang tidak dapat diamati. Fenomenologi juga cenderung menentang naturalisme (biasa juga disebut objektivisme atau positivisme). Hal demikian dikarenakan Fenomenolog cenderung yakin bahwa suatu bukti atau fakta dapat diperoleh tidak hanya dari dunia kultur dan natural, tetapi juga ideal, semisal angka, atau bahkan kesadaran hidup.
2.2  Teori Fenomenologi Perspektif Alfred Schutz
Alfred Schutz lahir di Wina pada tahun 1899 dan meninggal di New York pada tahun 1959. Ia menyukai musik, pernah bekerja di bank mulai berkenalan dengan ilmu hukum dan sosial. Ia mengikuti pendidikan akademik di Universitas Vienna, Austria dengan mengambil bidang ilmu-ilmu hukum dan sosial. Gurunya yang sangat terkenal adalah Hans Kelsen (ahli hukum), Ludwig Von Mises (ekonom), dan Friedrich Von Wieser dan Othmar Spann (keduanya ahli sosiologi).
Pendidikan formal ini dijalankan Schutz setelah ia mengikuti Perang Dunia I. Selama kuliah ia menjadi sangat tertarik pada karya-karya Max Weber dan Edmund Husserl. Setelah lulus ilmu hukum, dia malah bekerja di bidang perbankan untuk jangka waktu yang sangat lama. Meskipun penghasilannya sangat besar tetapi dia merasa perbankan bukanlah tempat yang cocok baginya untuk mengaktualisasikan diri.
Schutz akhirnya banting setir yang mulai mempelajari sosiologi khususnya fenomenologi yang dianggap memberi makna dalam pekerjaan dan hidup. Di tahun 1920-an meskipun bukan seorang Dosen, tetapi hampir seluruh temannya adalah dosen perguruan tinggi sehingga dia mulai terjun ke dunia akademik. Dia mulai mengajar dengan bantuan temannya dan bahkan memberikan kuliah di Perguruan Tinggi serta dapat berpartisipasi dalam diskusi dan seminar ilmiah. Setelah menerbitkan Der Sinnhafte Aufbau der sozialen welt,  Schutz akhirnya berkenalan secara pribadi dengan Edmund Husserl yang menawarinya menjadi asisten tetapi Schutz menolaknya.  
Dalam teori Schutz sangat kental pengaruh Weberian-nya khususnya karya-karya mengenai tindakan (action) dan tipe ideal (ideal type). Meskipun Schutz terkagum-kagum pada Weber tetapi ia berusaha mengatasi kelemahan yang ada di dalam karya Weber dengan menyatukan ide filsuf besar Edmund Husserl dan Henri Bergson.
Schutz dengan aneka latar belakangnya memberikan warna tersendiri dalam tradisi fenomenologi sebagai kajian ilmu komunikasi. Sebagai seorang ekonom yang suka dengan musik dan tertarik dengan filsafat begitu juga beralih ke psikologi, sosiologi dan ilmu sosial lainnya terlebih komunikasi membuat Schutz mengkaji fenomenologi secara lebih komprehensif dan juga mendalam.
Schutz sering dijadikan centre dalam penerapan metodelogi penelitian kualitatif yang menggunakan studi fenomenologi. Pertama, karena melalui Schutz-lah pemikiran dan ide Husserl yang dirasa abstrak dapat dijelaskan dengan lebih gamblang dan mudah dipahami. Kedua,  Schutz merupakan orang pertama yang menerapkan fenomenologi dalam penelitian ilmu sosial.
Dalam mempelajari dan menerapkan fenomenologi sosial ini, Schutz mengembangkan juga model tindakan manusia (human of action) dengan tiga dalil umum yaitu:
·         The postulate of logical consistency (Dalil Konsistensi Logis)
Ini berarti konsistensi logis mengharuskan peneliti untuk tahu validitas tujuan penelitiannya sehingga dapat dianalisis bagaimana hubungannya dengan kenyataan kehidupan sehari-hari. Apakah bisa dipertanggungjawabkan ataukah tidak.
·         The postulate of subjective interpretation (Dalil Interpretasi Subyektif)
Menuntut peneliti untuk memahami segala macam tindakan manusia atau pemikiran manusia dalam bentuk tindakan nyata. Maksudnya peneliti mesti memposisikan diri secara subyektif dalam penelitian agar benar-benar memahami manusia yang diteliti dalam fenomenologi sosial.
·         The postulate of adequacy  (Dalil Kecukupan)
Dalil ini mengamanatkan peneliti untuk membentuk konstruksi ilmiah (hasil penelitian) agar peneliti bisa memahami tindakan sosial individu. Kepatuhan terhadap dalil ini akan memastikan bahwa konstruksi sosial yang dibentuk konsisten dengan konstruksi yang ada dalam realitas sosial.
Schutz dalam mendirikan fenomenologi sosial-nya telah mengawinkan fenomenologi transendental-nya Husserl dengan konsep verstehen yang merupakan buah pemikiran weber.
Jika Husserl hanya memandang filsafat fenomenologi (transendental) sebagai metode analisis yang digunakan untuk mengkaji ‘sesuatu yang muncul’, mengkaji fenomena yang terjadi di sekitar kita. Tetapi Schutz melihat secara jelas implikasi sosiologisnya didalam analisis ilmu pengetahuan, berbagai gagasan dan kesadaran. Schutz tidak hanya menjelaskan dunia sosial semata, melainkan menjelaskan berbagai hal mendasar dari konsep ilmu pengetahuan serta berbagai model teoritis dari realitas yang ada.
Schutz (1967) beranggapan bahwa dunia social keseharian senantiasa merupakan sesuatu yang intersubjektif dan pengalaman penuh dgn makna. Dengan demikian, fenomena yang ditampakkan oleh indifidu merupakan refleksi dari pengalaman transendental dan pemahaman tentang makna atau verstehen tersebut.
Menurut Schutz, manusia adalah makhluk social. Akiabatnya, kesadaran akan kehidupan sehari-hari adalah sebuah kesadaran social. Dunia individu adalah sebuah dunia intersubjektif dengan makna beragam. Kita dituntut untuk saling memahami satu sama yang lain dan bertindak dalam kenyataan yang sama. Ada penerimaan timbal balik dan pemahaman atas dasar pengalaman yang bersamaan, dan tipifikasi bersama atas dunia bersama. Melalui proses tipifikasi diri, kita belajar menyesuaikan diri ke dalam dunia yang lebih luas, dengan melihat diri kita sendiri sebagai orang yang memainkan peran dalam situasi tipikal. Jumlah hubungan social tersebut membentuk totalitas masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, individu dapat memakai symbol-simbol yang di warisinya untuk memberi makna pada tingkah lakunya sendiri. Jadi, sebuah pandangan deskriptif atau interpretatif tentang tindakan social dapat diterima hanya jika tampak masuk akal bagi perilaku sosial yang relevan.
Schutz meletakkan hakikat kondisi manusia dalam pengalaman subjektif dalam bertindak dan mengambil sikap terhadap dunia kehidupan sehari-hari. Schutz mengikiti Husserl dengan menyatakan bahwa proses pemahaman aktual kegiatan kita dan memberi makna padanya, dapat dihasilkan melalui refleksi atas tingkah laku. Selanjutnya, kita dapat menyeleksi unsur-unsur pengalaman kita yang memungkinkan kita melihat tindakan kita sendiri sebagai sebuah tindakan yang bermakna.
Dalam pandangan Schutz memang ada berbagai ragam realitas termasuk di dalamnya dunia mimpi dan ketidakwarasan. Tetapi realitas yang tertinggi itu adalah dunia keseharian yang memiliki sifat intersubyektif yang disebutnya sebagai the life world.
Menurut Schutz ada enam karakteristik yang sangat mendasar dari the life world ini, yaitu pertama, wide-awakeness (ada unsur dari kesadaran yang berarti sadar sepenuhnya). Kedua, reality (orang yakin akan eksistensi dunia). Ketiga, dalam dunia keseharian orang-orang berinteraksi. Keempat, pengelaman dari seseorang merupakan totalitas dari pengelaman dia sendiri. Kelima, dunia intersubyektif dicirikan terjadinya komunikasi dan tindakan sosial. Keenam, adanya perspektif waktu dalam masyarakat.
Dalam the life wolrd ini terjadi dialektika yang memperjelas konsep ‘dunia budaya’ dan ‘kebudayaan’.  Selain itu pada konsep ini Schutz juga menekankan adanya stock of knowledge yang memfokuskan pada pengetahuan yang kita miliki atau dimiliki seseorang. stock of knowledge terdiri dari knowledge of skills dan useful knowledge. stock of knowledge sebenarnya merujuk pada  content (isi), meaning (makna), intensity (intensitas), dan duration (waktu). Schutz juga sangat menaruh perhatian pada dunia keseharian dan fokusnya hubungan antara dunia keseharian itu dengan ilmu (science), khususnya ilmu sosial.
Schutz mengakui fenomenologi sosialnya mengkaji tentang intersubyektivitas dan pada dasarnya studi mengenai intersubyektivitas adalah upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti:
·         Bagaimana kita mengetahui motif, keinginan, dan makna tindakan orang lain?
·         Bagaimana kita mengetahui makna atas keberadaan orang lain?
·         Bagaimana kita dapat mengerti dan memahami atas segala sesuatu secara mendalam?
·         Bagaimana hubungan timbal balik itu dapat terjadi?
Realitas intersubyektif yang bersifat sosial memiliki tiga pengertian, yaitu:
·         Adanya hubungan timbal balik atas dasar asumsi bahwa ada orang lain dan benda-benda yang diketahui oleh semua orang.
·         Ilmu pengetahuan yang intersubyektif itu sebenarnya merupakan bagian ilmu pengetahuan sosial.
·         Ilmu pengetahuan yang bersifat intersubyektif memiliki sifat distribusi secara sosial.
Ada beberapa tipifikasi yang dianggap penting dalam kaitan dengan intersubyektivitas, antara lain :
·         Tipifikasi pengelaman (semua bentuk yang dapat dikenali dan diidentifikasi, bahkan berbagai obyek yang ada di luar dunia nyata, keberadaannya didasarkan pada pengetahuan yang bersifat umum).
·         Tipifikasi benda-benda (merupakan sesuatu yang kita tangkap sebagai ‘sesuatu yang mewakili sesuatu’.
·         Tipifikasi dalam kehidupan sosial (yang dimaksudkan sosiolog sebagai System, role status, role expectation, dan institutionalization itu dialami atau melekat pada diri individu dalam kehidupan sosial).
Schutz mengidentifikasikan empat realitas sosial, dimana masing-masing merupakan abstraksi dari dunia sosial dan dapat dikenali melalui tingkat imediasi dan tingkat determinabilitas. Keempat elemen itu diantaranya umwelt, mitwelt, folgewelt, dan vorwelt.
·         Umwelt, merujuk pada pengelaman yang dapat dirasakan langsung di dalam dunia kehidupan sehari-hari.
·         Mitwelt, merujuk pada pengelaman yang tidak dirasakan dalam dunia keseharian.
·         Folgewelt, merupakan dunia tempat tinggal para penerus atau generasi yang akan datang.
·         Vorwelt, dunia tempat tinggal para leluhur, para pendahulu kita.
Schutz juga mengatakan untuk meneliti fenomena sosial, sebaiknya peneliti merujuk pada empat tipe ideal yang terkait dengan interaksi sosial. Karena interaksi sosial sebenarnya berasal dari hasil pemikiran diri pribadi yang berhubungan dengan orang lain atau lingkungan. Sehingga untuk mempelajari interaksi sosial antara pribadi dalam fenomenologi digunakan empat tipe ideal berikut ini:
·         The eyewitness (saksi mata)
Yaitu seseorang yang melaporkan kepada peneliti sesuatu yang telah diamati di dunia dalam jangkauan orang tersebut.
·         The insider (orang dalam)
Seseorang yang karena hubunganya  dengan kelompok yang lebih langsung dari peneliti sendiri, lebih mampu melaporkan suatu peristiwa, atau pendapat orang lain, dengan otoritas berbagi sistem yang sama relevansinya sebagai anggota lain dari kelompok. peneliti menerima informasi orang dalam sebagai ‘benar’ atau sah, setidaknya sebagian, karena pengetahuannya dalam konteks situasi lebih dalam dari saya.
·         The analyst (analis)
Seseorang yang berbagi informasi relevan dengan peneliti, orang itu telah mengumpulkan informasi dan mengorganisasikannya sesuai dengan sistem relevansi .
·         The commentator (komentator)
Schutz menyampaikan juga empat unsur pokok fenomenologi sosial yaitu”
·         Pertama, perhatian terhadap aktor.
·         Kedua, perhatian kepada kenyataan yang penting atau yang pokok dan kepada sikap yang wajar atau alamiah (natural attitude).
·         Ketiga, memusatkan perhatian kepada masalah mikro.
·         Keempat, memperhatikan pertumbuhan, perubahan, dan proses tindakan. Berusaha memahami bagaimana  keteraturan dalam masyarakat diciptakan dan dipelihara dalam pergaulan sehari-hari.

2.3  Penerapan Teori Fenomenologi pada permasalahan Kekerasan Pada Anak
Berdasarkan atas pemahaman dari teori fenomenologi yang dikemukakan oleh Alfred Schutz maka bila dikaitkan dengan aplikasi atau penerapan dalam masyarakat Hindu yang ada di Bali maka teori pendapat dari Alfred Schutz tersebut akan berkorelasi dengan ajaran agama Hindu yang dikenal dengan ajaran Tri Hita Karana. Ajaran Tri Hita Karana merupakan salah satu konsep susila atau etika pada masyarakat Hindu. Tri Hita Karana yang memiliki arti tiga penyebab terciptanya kebahagiaan. Bagian-bagian dari Tri Hita Karana adalah Parhyangan yaitu hubungan antara manusia dengan Tuhan, Pawongan yaitu hubungan manusia dengan manusia yang lainya, dan Palemahan yaitu hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
Menurut Alfred Schutz manusia adalah makhluk social, yang membuat kesadaran akan kehidupan sehari-hari adalah sebuah kesadaran social. Dunia social keseharian senantiasa merupakan sesuatu yang intersubjektif dan pengalaman penuh dengan makna. Dengan demikian, fenomena yang ditampakkan oleh individu merupakan refleksi dari pengalaman. Bila dikaitkan dengan ajaran Tri Hita Karana yang bagian-bagiannya antara lain parhyangan, pawongan, dan palemahan sangat relefan dan ada kerterkaitan antara pendapat Alfred Schutz yaitu manusia adalah makhluk social dan kehidupan sehari-hari adalah sebuah kesadaran social dimana hal ini terjadi dalam sebuah hubungan manusia dengan Tuhan (Parhyangan) yang sering kita temui terlaksana di Pura-pura atau tempat-tempat terlaksananya kegiatan keagamaan, hubungan manusia dengan sesame manusia (Pawongan) dapat kita jumpai di kehidupan sehari-hari kita baik itu di lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat, dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya (Palemahan) dapat kita lihat pada kegiatan-kegiatan peduli alam atau kegiatan gotong royong yang kita lakukan di lingkungan kita.
Bila kita ambil sebuah contoh fenomena yang terjadi di kehidupan sekarang semisal phenomena kekerasan terhadap anak. Masalah kekerasan anak terjadi diakibatkan karena kurang terjadinya ketiga hubungan di atas dengan baik. Masalah ini bisa di pecahkan dengan menggunakan teori Fenomenologi menurut Alfred Schutz, kita hanya perlu mencari dan menganalisis tingkah laku dari kesadaran akan kehidupan sehari-hari yang dilakukan oleh si pelaku kekerasan pada anak tersebut. Jika kita kaitkan dengan ajaran Tri Hita Karana maka bisa kita analisis sejauh mana hubungan si pelaku dengan Tuhannya, hubungan si pelaku terhadap sesame manusia di sekitarnya, dan hubungan si pelaku dengan lingkungan sekitarnya. Bila semua analisis sudah terkumpul maka masalah tersebut dapat di pecahkan.
















BAB III
PENUTUP

3.1       Simpulan
Teori Fenomenologi adalah suatu ilmu pengetahuan (logos) tentang apa yang tampak. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan fenomena atau segala sesuatu yang tampak atau yang menampakkan diri.
Penerapan teori fenomenologi dalam masyarakat Hindu yang ada di Bali maka teori pendapat dari Alfred Schutz yang menyatakan manusia adalah makhluk social, yang membuat kesadaran akan kehidupan sehari-hari adalah sebuah kesadaran social, akan berkorelasi dengan ajaran agama Hindu yang dikenal dengan ajaran Tri Hita Karana.

3.2       Saran
            Diharapkan agar kita sebagai makhluk sosial yang memiliki latar belakang yang berbeda dalam menjalani kehidupan social masyarakat, hendaknya lebih mengenal pribadinya agar bisa merefleksikan hal-hal positif pada dirinya yang dia dapatkan di kehidupan social masyarakat.










DAFTAR PUSTAKA


Wirawan, Frof, Dr. I.B. 2014. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Jakarta. Prenadamedika Group.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar